KEDUDUKAN DAN Keutamaan Shalat Tahajjud
Shalat Tahajjud memiliki kedudukan yang sangat tinggi apabila dibandingkan dengan shalat-shalat sunnah yang lain. Hal itu terjadi karena Shalat Tahajjud pernah menjadi Shalat yang diwajibkan sebelum wajibnya Shalat Lima Waktu, meskipun kewajiban itu hanya bagi Rasulullah r. أَفْضَلُ الصِّيَامِ بَعْدَ رَمَضَانَ شَهْرُ اللهِ الْمُحَرَّمُ، وَأَفْضَلُ الصَّلاَةِ بَعْدَ الْفَرِيْضَةِ صَلاَةُ اللَّيْلِ
“Orang ini (Abu Bakar) melakukannya karena berhati-hati dan yakin, sedangkan yang ini (Umar bin Khatthab) melakukannya dengan kuat”. (HR. Nasai dan Darami) Bahkan secara khusus Allah berfirman seraya menyeru kepada Nabi Muhammad tentang shalat malam tersebut:
“Hai orang yang berselimut (Muhammad), Bangunlah (untuk melakukan shalat) di malam hari, kecuali sedikit (daripadanya), (yaitu) seperduanya atau kurangilah dari seperdua itu sedikit”. (QS. Al-Muzammil; 1-3) Dalam sebuah riwayat juga telah dinyatakan:
عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهَا قَالَتْ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ: ثَلاَثَةٌ عَلَيَّ فَرِيْضَةٌ، وَهِيَ لَكُمْ سُنَّةٌ: الْوِتْرُ، وَالسِّوَاكُ، وَقِيَامُ اللَّيْلِ
“Dari Aisyah ra, dia berkata: Rasulullah bersabda: “Terdapat tiga hal yang wajib bagiku namun sunnah bagi kalian, yaitu Shalat Witir, bersiwak, dan shalat malam”. (HR. Baihaqi) Oleh karena itu, Imam Syafi’i pernah mengatakan: “Barangsiapa meninggalkan salah satu dari Shalat Tahajjud dan Shalat Witir maka orang tersebut lebih jelek dari orang yang meninggalkan shalat yang disunnahkan pada siang dan malam hari secara keseluruhan”. Shalat Tahajjud memiliki kedudukan yang sangat tinggi dan lebih utama apabila dibanding dengan shalat-shalat malam yang lain. Hanya Shalat Witir yang menyamai kedudukan Shalat Tahajjud. Baru kemudian Shalat Dua Rakaat Fajar berada di bawah keduanya. Meninggalkan Shalat Tahajjud bagi orang yang terbiasa melaksanakannya hukumnya adalah makruh. Imam Abu al-Walid an-Naysaburi menyatakan: “Dalam sebuah riwayat dikatakan bahwa orang yang istiqamah melakukan Shalat Tahajjud dapat memberikan syafaat (pertolongan) kepada keluarganya kelak ketika berada di akhirat”. Dalam sebuah cerita, ada seorang ulama yang bermimpi bertemu dengan Imam al-Junaidi al-Baghdadi, ulama tersebut bertanya kepadanya: “Apa yang engkau peroleh dari Allah?” Imam Junaidi menjawab: “Petunjuk-petunjuk itu membingungkan, contoh-contoh itu sirna, dan ilmu-ilmu itu raib. Tidak ada yang memberikan manfaat kepadaku melainkan hanya shalat yang aku kerjakan pada waktu sahur (Shalat Tahajjud)”.